Tapanuli Tengah, Mata-peristiwa.id – Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Matauli (STPKM) merupakan salah satu perguruan tinggi yang terletak di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. STPK Matauli berdiri pada tahun 2018 yang di dalamnya terdiri atas Program Studi Bidang Perikanan Kelautan, antara lain Akuakultur, Teknologi Penangkapan Ikan, dan Sosial Ekonomi Perikanan.
Sejak berdiri hingga saat ini, STPK Matauli telah melaksanakan dua kali kegiatan wisuda dan perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Yayasan Maju Tapian Nauli (Matauli) ini telah terakreditasi Baik oleh BAN PT pada tahun 2023.
Dalam perjalanannya, STPK Matauli telah dipimpin oleh dua orang Ketua, yang bertindak dan bertanggungjawab, serta bertugas untuk memimpin langsung pengelolaan perguruan tinggi khususnya pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Penelitian, Pengabdian, dan Pengajaran). Terhitung bulan Februari 2024, STPK Matauli resmi diketuai oleh Dr.Ir. Eddiwan., M.Sc (photo) yang diangkat melalui keputusan Yayasan Matauli.
Terhitung dari bulan februari 2024 ketika ditetapkannya Eddiwan untuk memimpin kampus yang memiliki motto “Berkualitas, Berwawasan, dan Terjangkau” ini, terlihat dan dirasakan secara nyata belum ada perkembangan signifikan yang berarti untuk kemajuan STPK Matauli.
Alih alih untuk memajukan, ternyata kepemimpinannya mengalami kemunduran yang begitu terlihat. Dunia kampus adalah tempat manusia waras dan objektif bertemu, tempat melahirkan generasi penerus menjadi pemimpin yang berintegritas dan kampus merupakan wadah paling demokratis karena didalamnya senantiasa haruslah dijaga etika, adab, asas musyawarah dan mufakat, hingga sikap kepekaan sosial dibangun, bukan dijadikan kampus itu menjadi tempat yang paling tidak demokratis dan terkesan menjadi tempat ditempanya mental mental manusia otoriter yang hal itu akan membuat kemunduran di dalam kampus tersebut.
Hal ini dapat terlihat saat dikeluarkannya sebuah keputusan tanggal 17 Juli 2024 yang ditandatangani oleh Eddiwan selaku Ketua STPKM terkait dengan penetapan pembayaran honor pembimbing, penguji, notulensi, dan moderator pada seminar mahasiswa (seminar magang, seminar proposal, seminar hasil penelitian, dan ujian sarjana). Keputusan tersebut berisi terkait dengan persentase honor yang didapatkan pembimbing, penguji , notulensi, dan moderator yang poin intinya adalah setiap pelaksanaan seminar dilaksanakan, ketua, wakil ketua, dan kepala jurusan mendapat persentase pembayaran honor seminar.
Keputusan yang dikeluarkan oleh Eddiwan ini merupakan keputusan yang jelas jelas melanggar nilai nilai keadilan dan keputusan ini terkesan pungli. Lebih jelasnya bahwa jika yang seharusnya mendapat honor seminar tersebut adalah dosen atau tenaga kependidikan yang bertugas pada saat seminar, baik bertindak sebagai pembimbing, penguji, notulensi, dan moderator wajib mendapatkan honor atas dedikasi mereka melakukan pelayananan pembimbingan dan menguji saat seminar. Tapi kebijakan yang dibuat oleh Eddiwan yang juga merupakan dosen tetap jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Riau ini bahwa persentase honor seminar tersebut juga harus diberikan kepada ketua, wakil ketua, dan kepala jurusan yang persentase honor setiap kali seminar mencapai 15 % bagian untuk Ketua.
Ini murni kebijakan yang menindas dosen, kemudian juga bahwa kebijakan ini dikeluarkan secara diam diam dan sepihak serta kebijakan ini adalah kebijakan yang ingin memperkaya diri pimpinan dengan cara cara korup, sekalipun ketua, wakil ketua, dan kajur tersebut tidak bertugas dalam pelaksanaan seminar tetapi mereka mendapat persentase honor, persentase untuk ketua saja sudah 15 %, belum lagi untuk wakil ketuanya hingga kajurnya. Bayangkan saja sisanya tinggal berapa untuk yang lain (pembimbing, penguji, notulensi, dan moderator). Apalagi seandainya ketua STPK Matauli bertindak sebagai pembimbing, artinya dari jabatan dia sebagai ketua mendapat honor, dan dari fungsi dia sebagai pembimbing juga mendapat honor. Ringkasnya, mau ketua tersebut ikut dan tidak ikut sebagai petugas seminar, dia tetap dapat bagian.
Keputusan yang dikeluarkan oleh Eddiwan ini adalah keputusan yang sampai hari ini tidak pernah diumumkan atau disosialisasikan ke seluruh dosen dan tendik di lingkungan STPK Matauli, Bahkan keputusan ini tidak pernah dibahas di rapat senat STPK Matauli. Artinya keputusan ini tidak ada yang boleh tahu. Eddiwan membuat sendiri surat tersebut dengan meminta bantuan bagian keuangan. Bahkan ketika ada penolakan dari Ketua Program Studi di lingkup STPK Matauli, dengan gampangnya ketua yang penampilannya sehari hari memakai topi dan terkadang memakai wig (rambut palsu) itu dengan santai dan tanpa bersalah menjawab “Ya Sudah Tidak Usah Dibayarkan”, kata beberapa Dosen yang tidak mau disebutkan namanya ini, saat dihubungi melalui Seluler, Kamis (25/7/24).
Kata mereka, Gaya dan praktik yang dipertontonkan Eddiwan selaku ketua ini merupakan hal yang tidak bisa ditolerir dalam dunia keakademisan, dan tidak bisa dibenarkan lagi, serta harus segera di evaluasi. Ini kampus bukan tempat bermain anak anak. Keputusan terkait dengan honor seminar ini merupakan salah satu dari beberapa kebijakan yang dinilai telah melanggar budaya akademik yang jujur dan berintegritas di dunia kampus. Semenjak Eddiwan memimpin STPK Matauli, banyak kesalahan dan kebobrokan yang terjadi, mulai dari praktikum yang tidak terlaksana pada semester genap 2023/2024 karena alasan anggaran praktikum belum cair sehingga nilai praktikum mahasiswa dikeluarkan tanpa pelaksanaan praktikum, kebijakan perubahan SOTK kampus yang dirubah atas dasar keinginan sendiri, kebijakan mempekerjakan dosen tetap yang bidang keilmuannya jauh dari perikanan dan kelautan (latar belakang pendidikan agama), persoalan SDM dan kedisiplinan dosen dan tendik yang terjadi, hingga rencana perubahan kurikulum yang akan dilakukan tanpa urgensi yang jelas padahal perubahan kurikulum telah dilaksanakan pada tahun 2022 lalu.
Jika mau kampus ini maju, Eddiwan yang katanya telah memiliki pengalaman panjang karena pernah menjadi Kadis kelautan dan perikanan, Kadis Pendidikan di Kepulaun Riau, hingga katanya pernah bekerja di BAPPENAS ini harus dievaluasi dan segera dipulangkan ke homebase asalnya mengajar karena terbukti tidak paham mengelola kampus dan hanya omon omon. Hal ini diperlukan sebagai tujuan untuk memberikan ruang keadilan dan kewarasan bagi kampus STPK Matauli.
Ini harapan kami. Semoga Yayasan Matauli yang sudah berpengalaman mengelola pendidikan dan didirikan oleh Tokoh Tokoh Bangsa dapat merealisasikan hal ini.
Reporter : ASWIN