Tapanuli Selatan, Mata-peristiwa.id // Air merupakan sumber kehidupan yang begitu penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Tanpa air, makhluk hidup tidak akan bisa hidup. Salah satu sumber air yang memberikan kehidupan kepada seluruh makhluk hidup tersebut berasal dari pohon di kawasan hutan yang tetap terjaga dan lestari. Contohnya bagi manusia, bahwa dalam kehidupan sehari-hari air berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup di rumah tangga hingga air berfungsi untuk keperluan menjaga terpenuhinya kebutuhan pangan (pertanian, perikanan, dan peternakan secara khusus).
Air bukan hanya diperlukan untuk digunakan sehari-hari, tetapi lebih dari itu bahwa pengelolaan air secara adil dan berkelanjutan diperlukan sebagai bagian dari menjaga kelangsungan hidup manusia kedepan.
Atas dasar tersebut, Mahyuni Marito Harahap yang merupakan anak muda dari Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara lulusan Teknik Kimia Universitas Malikussaleh Aceh dengan dukungan penuh dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Sumatera Utara melaksanakan kegiatan Workshop terkait dengan pengenalan Mantari Bondar yang merupakan salah satu Kebudayaan yang masih bertahan dari ratusan tahun lalu hingga hari ini khususnya kebudayaan Mantari Bondar di Desa Hatabosi, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Kegiatan Workshop ini dilaksanakan di Kantor Desa Huta Ginjang, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan pada hari Sabtu (31/8/2024). Adapun Narasumber dalam kegiatan Workshop tersebut adalah Erwin Pasaribu yang juga sebagai Ketua Komunitas Hatabosi dan Penggiat Kebudayaan di Tapanuli Selatan secara khusus. Sebagai inforrmasi dan untuk diketahui bahwa Komunitas Hatabosi merupakan komunitas aktif yang sukses mendapatkan penghargaan Kalpataru tersebut sesuai SK. Menteri LHK RI No. S.302/MENLHK/PSKL/PEG.7/7/2020 bahwa Komunitas HATABOSI (Haunatas, Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap) Kecamatan Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan ditetapkan sebagai penerima Kalpataru (Penghargaan tertinggi dibidang Lingkungan Hidup) Tahun 2020 Kategori Penyelamat Lingkungan.
Mahyuni dalam sambutannya menyebut bahwa kegiatan Workshop ini sengaja dilakukan di Desa Huta Ginjang atas dasar pertimbangan karena desa Huta Ginjang merupakan salah satu desa wisata di Tapanuli Selatan dengan keindahan alam yang luar biasa dan huta ginjang merupakan salah satu desa yang masih aktif pelaksanaan tradisi adat dan kebudayaannya, hingga desa huta tunggal berada di kawasan cagar alam sibual buali. Sehingga kata Mahyuni diperlukan upaya nyata untuk mengelola air bagi kehidupan masyarakat di Desa Huta Ginjang yang berkelanjutan untuk masa depan. Oleh karena itu kegiatan Workshop ini kami lakukan dengan tujuan untuk mempelajari apa dan siapa itu mantari bondar, hingga fungsi dari mantari bondar yang sampai hari ini kebudayaan tersebut masih berlangsung di Desa Hatabosi, dengan harapan kebudayaan seperti mantari bondar ini dapat ditiru dan diaplikasikan oleh masyarakat Desa Huta Ginjang, ujar Mahyuni.
Sementara dalam pemaparannya, Erwin Pasaribu mengatakan bahwa Mantari Bondar adalah orang-orang di desa yang bertugas untuk mengurusi, menjaga dan merawat bondar, hingga membagi air kepada masyarakat baik air untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat hingga air ke lokasi pertanian masyarakat. Di Desa Hatabosi Mantari Bondar sudah ada sejak zaman leluhur mereka ratusan tahun lalu dan masih bertahan hingga saat ini. Mantari Bondar ini sebenarnya tercipta akibat dari susahnya air dulu di kampung Hatabosi sehingga membuat masyarakat (terutama masyarakat bermarga Pasaribu sebagai pembuka huta/kampung) membuat bondar di kawasan hutan Sibual Buali dan mengalirinya ke perkampungan masyarakat, kata Erwin. Kelompok orang yang ditunjuk dan diangkat untuk mengurusi air di kampung ini disebut dengan Mantari Bondar yang berjumlah 13 orang dan terdiri atas panjago bondar dan ketua bondar, sambung Erwin.
Dalam penyampaiannya Erwin mengisahkan bahwa fungsi Mantari Bondar di Desanya sangat penting karena tugasnya yang begitu nyata terlihat untuk mengurusi dan menjaga bondar serta menjaga pasokan air secara adil kepada rumah tangga masyarakat dan lahan pertaniannya. Di kampung kami (Hatabosi) air itu tidak bisa suka-suka, air dibagi secara adil kepada rumah rumah masyarakat dan lahan pertaniannya dan yang bertanggungjawab atas penjagaan sumber air dan membagi air kepada masyarakat itu adalah Mantari Bondar yang sejak turun temurun dari dulu hingga sekarang masih bertahan, jelas Erwin.
Erwin juga melanjutkan jika yang berhak mendapatkan air di Desa Hatabosi adalah masyarakat atau orang yang sudah menikah dan diadati (sudah melakukan prosesi adat), kemudian untuk upah loja (biaya yang dikeluarkan masyarakat) untuk diberikan kepada Mantari Bondar itu tidak banyak-banyak. Setiap masyarakat yang menggunakan satu bagian air diwajibkan memberikan upah loja kepada mantari bondar sebesar 2 kaleng beras hasil panen selama satu tahun, ucap Erwin.
Berkat adanya Mantari Bondar, air yang tersedia untuk masyarakat empat kampung di Desa Hatabosi terpenuhi secara adil dan merata karena yang bertanggungjawab terhadap penjagaan bondar dan pengaliran air untuk masyarakat itu adalah Mantari Bondar. Intinya, air di kampung ini terjaga dengan baik berkat adanya peran Mantari Bondar dan Mantari Bondar dari 13 orang diisi dari yang muda hingga yang sudah berpengalaman sehingga terjadi proses regenerasi, tegas Erwin kepada peserta Workshop.
Setelah penyampaian oleh narasumber, dilakukan dialog tanya jawab dan diskusi dengan seluruh peserta. Workshop Mantari Bondar Sebagai Warisan Kebudayaan Leluhur ini diikuti sebanyak 30 peserta dan dihadiri langsung oleh Bapak Nasrul Hamdani sebagai perwakilan resmi dari Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II, serta Workshop ini langsung dibuka oleh pihak Pemerintah Desa Huta Ginjang.
Mahyuni dalam keterangannya menyampaikan bahwa harapannya warisan kebudayaan leluhur terkait Mantari Bondar ini dapat dibuat di Desa Huta Ginjang. Kami sebagai pelaksana kegiatan ini berharap agar mantari bondar dapat diciptakan di Desa Huta Ginjang dengan kesepakatan semua masyarakat desa agar kedepan sumber air dan kebutuhan air untuk semua aktivitas masyarakat desa terjaga dan berkelanjutan, harap Mahyuni.
Mahyuni juga mengatakan ucapan syukur, apresiasi dan ucapan terimakasih kepada BPK Wilayah II dan Pemerintah Desa Huta Ginjang yang telah memberikan dukungan penuh atas terlenggaranya kegiatan Workshop ini. Kami ucapkan rasa terimakasih yang besar kepada Balai Pelestarian Kebudayan Wilayah II atas dukungan penuh pendanaan dan motivasi kepada kami mulai dari perencanaan kegiaran hingga pelaksanaan saat ini, ucap Mahyuni. Kemudian kami juga berikan apresiasi dan ucapkan terimakasih kepada Pemerintah Desa Huta Ginjang atas dukungan tempat kegiatan, peserta dan kerjasama yang baik kepada kami. Mudah mudahan kedepan dapat terjalin terus kerjasama yang baik sehingga upaya kami dan kita semua dalam terlibat melestarikan kebudayaan khsusunya di Daerah Tapanuli Selatan dapat terlaksana dan terwujud, tutup Mahyuni.
Reporter : ASWIN