Minim Sosialisasi dan Dugaan Tumpang Tindih Anggaran, Pungutan SMKS Al-Ghifari Garut Tuai Sorotan

GARUT,Mata-Peristiwa.id — Polemik pungutan di SMKS Al-Ghifari Banyuresmi kembali memanas setelah sejumlah orang tua siswa mengaku tidak mendapatkan sosialisasi yang jelas terkait berbagai kewajiban pembayaran di sekolah tersebut. Selain pungutan ujian dan SPP yang dianggap memberatkan, orang tua juga mempertanyakan adanya tumpang tindih anggaran antara dana bantuan pemerintah dan pungutan yang dibebankan kepada siswa.

Sejumlah orang tua menyebut kenaikan biaya ujian dari Rp 50.000 menjadi Rp 70.000 dilakukan tanpa penjelasan rinci, sementara SPP mencapai Rp 100.000 hingga Rp 175.000 per siswa.

Beberapa wali murid mengungkapkan bahwa informasi soal pungutan sering kali tidak seragam antara guru, staf sekolah, dan komite. Bahkan, nominal pungutan yang diterima setiap siswa disebut berbeda.

Bacaan Lainnya

“Yang bikin bingung itu sosialisasinya kurang jelas. Orang tua tahunya bayar, tapi tidak tahu rinciannya buat apa saja,” ujar salah satu orang tua.

Ia menambahkan bahwa kondisi ekonomi yang sedang sulit membuat sebagian keluarga keberatan, namun tidak berani mempertanyakan pungutan.

Berdasarkan data yang dihimpun, SMKS Al-Ghifari menerima:

BOSP per tahun: ± Rp 953.600.000

BPMU per tahun: Rp 312.000.000

Total dana:

± Rp 1.265.600.000 per tahun

Selain itu, dalam ARKAS sekolah tercatat anggaran “Bursa Kerja Khusus & Praktik Industri (PKL)” sebesar Rp 89.831.400 per semester.

Kondisi ini memunculkan dugaan tumpang tindih pendanaan, di mana beberapa komponen yang tercatat dalam anggaran masih kembali dibebankan kepada orang tua.

Pemerhati pendidikan Garut, Teten Sutendi, menilai persoalan utama bukan hanya soal pungutan, melainkan soal ketidakjelasan alur informasi dan potensi pendanaan ganda.

“Masalah terbesar justru di sosialisasinya. Ketika informasi pungutan berbeda-beda, itu tanda tata kelola sekolah tidak sehat,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa sekolah yang menerima dana besar dari pemerintah wajib memastikan setiap pungutan memiliki dasar hukum, rincian biaya, dan penjelasan yang dapat diterima orang tua.

“Jika anggaran sudah ada di BOSP atau BPMU, tapi orang tua tetap dimintai pungutan untuk hal serupa, maka itu harus diklarifikasi. Jangan sampai ada pendanaan tumpang tindih,” tegasnya.

Kepala SMKS Al-Ghifari, Hasan Taufan Rahman, menyatakan pungutan ujian dan praktik diperlukan untuk bahan habis pakai. Ia menyebutkan bahwa pungutan sudah disosialisasikan.

“Pungutan itu wajib karena untuk pembelian alat praktik. BOSP tidak boleh dipakai untuk hal tersebut,” ujarnya.

Namun, pernyataan ini berbeda dari laporan sebagian orang tua yang mengaku tidak menerima penjelasan lengkap.

Kepala KCD Pendidikan Wilayah XI Jawa Barat memastikan bahwa pihaknya akan meminta keterangan lengkap dari sekolah dan komite.

“Kami akan memanggil pihak sekolah untuk meminta klarifikasi. Semua harus didalami terlebih dahulu,” ujarnya.

Hingga kini, proses klarifikasi masih berlangsung dan belum dapat disimpulkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *