Orang Tua Geram! SMKS Al-Ghifari Tetap Tagih Pungutan di Tengah Kucuran Dana Miliar Rupiah

GARUT, Mata-Peristiwa.id — Sejumlah orang tua siswa di SMKS Al-Ghifari Banyuresmi, Kabupaten Garut, mengeluhkan berbagai pungutan sekolah yang dinilai memberatkan dan tidak transparan. Keluhan tersebut mencakup pungutan pengambilan ijazah, sumbangan operasional sekolah atas nama komite, hingga biaya ujian dan SPP yang terus meningkat setiap tahun, meski pemerintah telah menegaskan larangan pungutan wajib kepada peserta didik.

Salah satu orang tua siswa mengungkapkan bahwa pungutan untuk biaya ujian yang sebelumnya Rp 50.000 kini naik menjadi Rp 70.000. Selain itu, siswa juga masih dituntut membayar SPP berkisar Rp 100.000 hingga Rp 175.000 per siswa.

“Seharusnya biaya SPP dan ujian praktik bisa dimaksimalkan dari anggaran BOSP dan BPMU yang sudah diberikan pemerintah. Jangan memanfaatkan keadaan dengan alasan apa pun,” ujar seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya, Rabu (10/12/2025).

Bacaan Lainnya

Ia menyebut, para orang tua merasa keberatan, tetapi banyak yang tidak berani bersuara. Menurutnya, pemerintah sudah menggulirkan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) agar sekolah tidak melakukan pungutan.

“Kalau bicara dana BOSP dan BPMU kurang, tentu saja karena diduga digunakan tidak sesuai peruntukannya,” sindirnya.

“Kalaupun sekolah butuh dukungan dana, jangan diberi target. Banyak orang tua yang termasuk kategori keluarga tidak mampu,” imbuhnya.

Keluhan juga datang dari orang tua lainnya yang menilai pungutan justru semakin membebani warga di tengah situasi ekonomi sulit.

Kepala SMKS Al-Ghifari, Hasan Taufan Rahman, membenarkan adanya pungutan ujian sebesar Rp 70.000 untuk siswa kelas XI karena adanya kebutuhan bahan praktik habis pakai. Sementara untuk kelas X, biaya ujian masih Rp 50.000.

Ia juga menjelaskan bahwa SPP untuk kelas X digratiskan, namun terdapat biaya uang praktik sebesar Rp 100.000 untuk kelas XI dan Rp 75.000 untuk kelas XII.

“Pungutan tersebut sifatnya wajib dan sudah disosialisasikan kepada orang tua. Secara hukum sekolah boleh memungut biaya,” jelasnya.

Namun pada praktiknya, sejumlah orang tua mengaku pungutan bervariasi dan mencapai Rp 70.000 hingga Rp 175.000, bahkan lebih.

Hasan Taufan menegaskan bahwa dana BOSP tidak dapat dipakai untuk membeli alat praktik karena hanya diperuntukkan bagi kebutuhan operasional sekolah.

“Pungutan itu digunakan untuk pembelian alat praktik dan peralatan pendukung lainnya agar mutu dan kualitas pendidikan tetap terjaga,” terangnya.

Di sisi lain, berdasarkan informasi, SMKS Al-Ghifari menerima:

Dana BOSP per semester: ± Rp 476.800.000

BOSP per tahun: ± Rp 953.600.000

BPMU per tahun: Rp 312.000.000

Sehingga total bantuan yang diterima sekolah mencapai Rp 1.265.600.000 per tahun.

Pertanyaannya, mengapa dengan alokasi dana sebesar itu sekolah masih dinilai tidak mampu menutupi kebutuhan ujian praktik?

Padahal, dalam ARKAS sekolah, tercatat adanya anggaran “Penyelenggaraan Bursa Kerja Khusus, Praktik Industri/PKL” sebesar Rp 89.831.400 per semester.

Menanggapi laporan tersebut, Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah XI Jawa Barat menyatakan akan memanggil pihak sekolah serta komite untuk meminta klarifikasi.

“Kami akan segera memanggil pihak sekolah untuk dimintai keterangan terkait aduan pungutan tersebut,” ujarnya.

Namun karena proses klarifikasi baru berjalan, KCD belum dapat menarik kesimpulan.

“Masih dalam proses penelitian. Kami tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *