Peninjauan Kembali Kasus dr. Tunggul: Seruan Keadilan dan Koreksi Eksekusi Hukum

Jakarta, 17 Juli 2025 — Setelah menjalani hukuman penjara selama 11 tahun dari total vonis 26 tahun, kasus hukum yang menimpa dr. Tunggul kembali mencuat.

Sejumlah pihak menyampaikan kritik atas proses hukum yang telah berlangsung, termasuk dakwaan jaksa, pertimbangan hakim, hingga dasar eksekusi yang dinilai mengandung berbagai kekeliruan nyata.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan kajian yang dilakukan secara menyeluruh terhadap dokumen hukum, pihak yang bersangkutan menilai bahwa putusan hakim khususnya pada tingkat kasasi dan peninjauan kembali tidak memenuhi unsur profesionalitas, keadilan, dan kelengkapan secara formil dan materiil.

Hal ini dinyatakan dalam sebuah surat resmi yang disertai lampiran-lampiran hukum sebagai dasar keberatan. (Lampiran-lampiran tersebut dapat di akses pada https://tunggulsihombing.wordpress.com).

Mengabaikan Azas Manfaat, Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa proses hukum atas proyek yang menjadi latar belakang kasus ini telah mengabaikan azas manfaat bagi bangsa dan negara.

Nilai proyek yang mencapai sekitar Rp1,2 triliun, termasuk potensi kerugian negara sebesar Rp770 miliar, hingga kini belum mendapatkan kejelasan terkait penggunaan  dan pertanggungjawabannya.

“Penting untuk melihat aspek manfaat proyek secara utuh, tidak semata pada persoalan administratif dan pidana yang dikenakan kepada individu,” demikian salah satu kutipan dalam surat tersebut (Lampiran II).

Unsur Pelaku Lain Luput dari Proses Hukum, Sorotan lain ditujukan pada pihak-pihak yang diduga turut terlibat, namun hingga kini tidak tersentuh oleh proses hukum.

Termasuk di antaranya adalah pihak-pihak dari Kementerian Kesehatan, PT BF, serta manajemen dan staf PT AN penyedia barang/jasa proyek yang dimaksud.

Surat tersebut menegaskan bahwa tidak ada alasan pembenar atau pemaaf bagi subjek hukum yang diduga terlibat, namun hingga kini luput dari beban pertanggungjawaban pidana.

Permohonan Evaluasi Eksekusi, Pihak keluarga dan pendukung dr. Tunggul juga meminta Menteri Kesehatan untuk melaporkan hal ini kepada Presiden RI.

Tujuannya adalah agar Kemenko Polhukam dan jajaran, termasuk jajaran Keimigrasian dan Lapas Cipinang, dapat melakukan pemeriksaan dan koreksi terhadap dasar hukum eksekusi yang dilakukan jaksa dan lembaga pemasyarakatan.

Mereka menyebut bahwa eksekusi terhadap dr. Tunggul dilakukan dengan melanggar amanat UUD 1945 dan undang-undang, terutama karena dokumen putusan hakim yang menjadi dasar eksekusi disebut belum ditandatangani secara sah sebagaimana mestinya (Lampiran III).

Penegasan: Kepentingan Publik dan Keadilan, Permintaan peninjauan kembali kasus ini tidak hanya soal pembelaan individu, tetapi menyoroti aspek lebih luas terkait tanggung jawab negara dalam menjaga integritas proses hukum, serta perlindungan terhadap aset dan kepentingan publik.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kementerian Kesehatan, Kejaksaan, maupun Mahkamah Agung terkait permohonan koreksi dan peninjauan kembali tersebut.

Catatan Redaksi:
Penulisan artikel ini mengacu pada prinsip Kode Etik Jurnalistik, dengan menjunjung tinggi asas keakuratan, keberimbangan, dan tidak beritikad buruk. Pihak-pihak terkait diberi ruang untuk memberikan klarifikasi dan tanggapan. Redaksi akan terus mengikuti perkembangan kasus ini secara objektif dan profesional.

***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *