Tangerang ,mataperistiwa.id – Masyarakat di berbagai wilayah Tangerang dan sekitarnya belakangan ini diresahkan dengan kelangkaan gas elpiji 3 kg. Gas bersubsidi yang menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat menengah ke bawah ini semakin sulit ditemukan di pasaran. Jika pun tersedia, harga yang ditawarkan melambung jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. Kondisi ini memicu keresahan luas, mengingat gas 3 kg adalah kebutuhan vital bagi rumah tangga dan pelaku usaha kecil.
Menanggapi situasi ini, Ketua Umum Gerakan Tangerang Raya (GATRA), Bahru Navizha SH MH, angkat bicara. Ia menekankan bahwa kelangkaan gas elpiji 3 kg tidak boleh dijadikan alat permainan politik atau spekulasi bisnis yang merugikan rakyat. Bahru menegaskan bahwa kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan distribusi barang bersubsidi.
“Situasi kelangkaan gas ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus mengambil langkah tegas terhadap siapapun yang bermain dalam distribusi gas bersubsidi ini, baik itu oknum pengusaha ilegal maupun pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingan politik,” ujar Bahru Navizha dalam keterangannya, Senin (3/2/2025).
Menurut Bahru, pengusaha yang terbukti melakukan praktik ilegal dalam pendistribusian gas bersubsidi harus diberikan sanksi yang tegas dan memberi efek jera. Ia mendorong agar pemerintah tidak ragu mencabut izin usaha atau surat perdagangan pengusaha nakal yang mempermainkan distribusi gas hingga menyebabkan kesulitan di masyarakat.
“Jika ada pengusaha yang terindikasi mempermainkan distribusi gas hingga menyulitkan masyarakat, pemerintah harus segera mencabut izin usahanya. Jangan beri ruang untuk mereka yang hanya memikirkan keuntungan pribadi tanpa memikirkan dampaknya bagi rakyat,” tegasnya.
Senada dengan Bahru, aktivis Tangerang, H. Muhdi, juga mendesak pemerintah pusat untuk mengambil langkah konkret dalam mengatasi kelangkaan ini. Ia menilai, kinerja para menteri yang bertanggung jawab atas distribusi barang bersubsidi perlu dievaluasi secara serius.
“Pemerintah pusat harus turun tangan secara langsung. Jangan hanya mengandalkan laporan dari bawahan atau daerah. Kinerja para menteri juga harus dievaluasi, karena kelangkaan ini menunjukkan ada yang tidak beres dalam sistem distribusi,” ujar Muhdi.
Ia menambahkan bahwa kelangkaan gas elpiji 3 kg ini tidak hanya berdampak pada rumah tangga, tetapi juga pada pelaku usaha kecil yang sangat bergantung pada gas bersubsidi tersebut untuk menjalankan usaha mereka.
“Banyak warung makan kecil yang terpaksa tutup atau menaikkan harga karena gas langka. Ini merugikan semua pihak, dan jika dibiarkan terus, akan memengaruhi perekonomian masyarakat kecil,” tambahnya.
*Kronologi Kelangkaan Gas*
Kelangkaan gas elpiji 3 kg di wilayah Tangerang mulai dirasakan sejak awal Januari 2025. Awalnya, masyarakat mengira masalah ini hanya gangguan distribusi sementara. Namun, seiring berjalannya waktu, kelangkaan semakin parah, dan harga di tingkat pengecer melonjak hingga dua kali lipat dari harga normal.
Di beberapa daerah, harga gas 3 kg yang biasanya berkisar Rp18.000-Rp20.000 per tabung, kini dijual hingga Rp35.000-Rp40.000 per tabung.
Pemerintah daerah setempat telah mencoba berkoordinasi dengan pihak Pertamina dan agen distribusi untuk mengetahui penyebab pasti kelangkaan ini. Namun, hingga kini, belum ada penjelasan resmi yang memuaskan dari pihak terkait. Sementara itu, spekulasi beredar bahwa kelangkaan ini disebabkan oleh adanya penimbunan gas oleh oknum tertentu yang mencoba memanfaatkan situasi.
*Tuntutan Masyarakat dan Langkah yang Diharapkan*
Melihat situasi yang semakin memprihatinkan, masyarakat melalui organisasi seperti GATRA dan para aktivis lokal mendesak pemerintah untuk segera turun tangan. Mereka meminta agar aparat penegak hukum dilibatkan untuk menyelidiki kemungkinan adanya penimbunan atau permainan harga oleh oknum pengusaha.
Selain itu, Bahru Navizha juga meminta agar pemerintah tidak segan-segan menindak tegas siapapun yang terbukti bermain dalam distribusi gas bersubsidi. Ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap hak-hak masyarakat harus diutamakan di atas kepentingan politik atau bisnis.
“Kelangkaan ini adalah bukti lemahnya pengawasan dan ketidaktegasan dalam penegakan aturan. Jika pemerintah ingin menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat, ini saatnya untuk bertindak tegas,” tutup Bahru.
Pemerintah pusat diharapkan segera merespons tuntutan ini dengan langkah konkret, termasuk memperbaiki sistem distribusi gas elpiji 3 kg dan memastikan bahwa subsidi benar-benar tepat sasaran.
Masyarakat menanti aksi nyata, bukan sekadar janji atau pernyataan formal, untuk memastikan kebutuhan pokok mereka terpenuhi tanpa hambatan.( Et)