Tapanuli Selatan, mataperistiwa.id – Moccak merupakan salah satu Objek Pemajuan Kebudayaan Olahraga Tradisional yang berasal dari daerah Angkola dan Mandailing (atau sekarang identik disebut dengan Tapanuli Bagian Selatan, Sumatera Utara). Moccak sama seperti Silat secara umum yang ada di Indonesia, misalnya Silat Cimande dari Jawa Barat dan Silek dari Sumatera Barat. Namun, ada beberapa hal yang membedakan Moccak dengan lainnya, yakni iringan musiknya, pakaiannya, hingga ada beberapa perbedaan gerakan pada Moccak dengan silat lainnya di Indonesia.
Moccak bukan hanya dipelajari dan digunakan untuk membela diri, lebih dari itu bahwa Moccak digunakan untuk hal dan bentuk yang lebih bermanfaat untuk sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari, serta bukan untuk menguji kemampuan untuk berkelahi maupun menyerang satu sama lain. Biasanya Moccak dipertunjukkan pada kegiatan atau acara adat masyarakat, seperti pernikahan, penyambutan tamu kehormatan di Desa hingga dipertunjukkan pada saat hari-hari besar sebagai bagian dari hiburan rakyat di bebebagai daerah di Tapanuli Bagian Selatan, khususnya pada daerah Tapanuli Bagian Selatan, Sumatera Utara (Angkola dan Mandailing), Moccak sudah mulai terlupakan dan sekarang sangat sulit dijumpai di acara-acara adat masyarakat.
Atas dasar tersebut, Mutiara Alkayakni Harahap yang merupakan Dosen tetap di Sekolah Tinggi Perikanan Dan Kelautan (STPK) Matauli Pandan, Tapanuli Tengah dengan dukungan penuh dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Sumatera Utara melaksanakan kegiatan Workshop dan Pertunjukan Moncak : Seni Beladiri Yang Terlupakan Dari Angkola. Kegiatan Workshop dan pertunjukan ini dilaksanakan di Kantor Desa Huta Ginjang, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sabtu (7/9/24).
Adapun Narasumber dalam kegiatan Workshop dan pertunjukan tersebut adalah Pittor Romatua Pasaribu yang merupakan Parmoccak (orang yang memainkan moccak) dan pelatih aktif Moccak dan Pencak Silat di beberapa tempat dan Sekolah di Tapanuli Selatan, hingga Pittor juga merupakan mantan Ketua Ikatan Pencak Silat Kabupaten Padang Lawas Utara.
Muti sapaan akrab Mutiara dalam sambutannya menyebut bahwa kegiatan Workshop dan pertunjukan ini sengaja dilakukan di Desa Huta Ginjang atas dasar pertimbangan karena desa Huta Ginjang merupakan salah satu desa wisata di Tapanuli Selatan dengan keindahan alam yang luar biasa dan huta ginjang merupakan salah satu desa yang masih aktif pelaksanaan tradisi adat dan kebudayaannya, Sehingga kata Muti diperlukan upaya nyata untuk mengajak masyarakat (terkhusus generasi muda desa) untuk mau berlatih dan melestarikan olahraga tradisional Moccak. Oleh karena itu kegiatan Workshop dan pertunjukan ini kami lakukan dengan tujuan untuk mengingat kembali sejarah moccak, mengenalkan kembali moccak, hingga mempelajari kembali apa tujuan moccak dan mengingat serta belajar gerakan dasar moccak. harapannya bahwa warisan kebudayaan lokal Moccak ini dapat dipelajari kembali dan diaplikasikan oleh masyarakat generasi muda Desa Huta Tunggal, ujar Muti.
Muti menambahkan, warisan kebudayaan lokal moccak ini dapat diaplikasikan di Desa Huta Ginjang. Kami sebagai pelaksana kegiatan ini berharap agar warisan kebudayaan Moccak ini dapat dipelajari oleh generasi penerus di Desa Huta Ginjang dengan dukungan penuh Pemerintah Desa agar kedepan Moccak dapat terus kita pertahankan dan kita jaga secara berkelanjutan, harap Muti.
Muti juga mengatakan ucapan syukur, apresiasi dan ucapan terimakasih kepada BPK Wilayah II dan Pemerintah Desa Huta Ginjang yang telah memberikan dukungan penuh atas terlenggaranya kegiatan Workshop dan pertunjukan ini. Kami ucapkan rasa terimakasih yang besar kepada Balai Pelestarian Kebudayan Wilayah II atas dukungan penuh pendanaan dan motivasi kepada kami mulai dari perencanaan kegiatan hingga pelaksanaan saat ini, ucapnya. Kemudian kami juga berikan apresiasi dan ucapkan terimakasih kepada Pemerintah Desa Huta Ginjang atas dukungan tempat kegiatan, peserta dan kerjasama yang baik kepada kami.
Mudah mudahan kedepan dapat terus terjalin kerjasama yang baik sehingga upaya kami dan kita semua dalam terlibat melestarikan warisan kebudayaan lokal khsusunya kebudayaan lokal dari Daerah Tapanuli Selatan dan sekitarnya (Tabagsel) dapat terlaksana dan terwujud, tutup Muti.
Sementara dalam pemaparannya, Pittor Romatua Pasaribu mengatakan bahwa Moccak adalah olahraga tradisional yang berasal dari Angkola dan Mandailing yang merupakan salah satu warisan kebudayaan lokal yang mahal dan harus terus dipertahankan. Sejarah singkat Moccak di Tapanuli Bagian Selatan (khususnya daerah Tapanuli Selatan) ini tercipta karena dulunya ada salah seorang masyarakat kampung yang merasa kedinginan hingga ia membuat ampi unggun untuk menghangatkan badan dan ia kemudian melebarkan kaki dengan posisi menghadap api unggun (posisi kuda-kuda) dan membuat kedua tangannya berada di depan badan, kata Pittor.
Kemudian lanjut Pintar, orang yang berlatih dan bermain moccak itu disebut dengan Parmoccak. Kemudian untuk busana atau pakaian parmoccak secara umum terdiri dari peci adat, sarung atau selempang yang dikalungkan di bagian leher, hingga bajunya berwarna hitam, sambungnya.
Pittor mengisahkan bahwa sebenarnya masih banyak Parmoccak di daerah Tapanuli Selatan, namun yang menjadi masalah adalah sangat kurang dan bahkan tidak ada penerusnya hingga karena kurangnya kepedulian kita terhadap Moccak. Moccak adalah bela diri yang harus dipegang teguh dan benar oleh orang agar kemampuan moccak yang dimilikinya tidak disalahgunakan dalam kehidupan sehari-hari, jelasnya.
Gerakan moccak itu untuk bertahan, bukan menyerang tapi jika diperlukan untuk melakukan serangan maka harus dilakukan tanpa melakukan serangan yang membabi buta (brutal) karena secara nilai sosial parmoccak itu adalah orang yang sabar, punya sifat kepedulian yang tinggi terhadap sesama, dan paramoccak harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat, tegasnya.
Pittor juga melanjutkan jika orang yang bisa menjadi Parmoccak itu adalah semua kelompok umur, mulai dari seseorang itu bisa bergerak dan paham terhadap apa yang diterangkan guru atau pelatih moccak, tapi sebaiknya moccak dipelajari dan mulai berlatih dari usia dini, misalnya 10 tahun, ucap Pittor.
Berkat moccak dan Pencak Silat kami bisa berkeliling Indonesia dan menambah pertemanan dan yang paling penting kami terus dapat terlibat melestarikan warisan kebudayaan lokal ini. Mudah mudahan dengan kegiatan ini, dari Desa Huta Ginjang ini akan muncul parmoccak-parmoccak baru yang terus berkelanjutan dalam rangka upaya kita untuk melesatarikan kekayaan budaya daerah kita ini, lanjut Pittor dengan penuh harap.
Setelah penyampaian oleh narasumber, dilakukan dialog tanya jawab dan diskusi, serta dilakukan pertunjukan atau latihan gerakan dasar moccak dengan seluruh peserta. Workshop dan pertunjukan Moccak ini diikuti sebanyak 30 peserta generasi muda desa dan dihadiri langsung oleh Bapak Thamrin J Nadapdap sebagai perwakilan resmi dari Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II, serta Workshop dan pertunjukan ini langsung dibuka oleh pihak Pemerintah Desa Huta Ginjang.
Reporter : ASWIN