GRESIK ,mataperistiwa.id – Ratusan warga yang tergabung dalam Forum Kota Gresik (Forkot) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Gresik, Rabu siang (30/10/2024).
Mereka menuntut Kepala BPN dan Pengadilan Negeri (PN) Gresik memberikan kepastian hukum terkait pencairan dana konsinyasi tanah warga yang hingga kini tertunda.
Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa menyampaikan kekecewaan mereka terhadap Kantor BPN dan PN Gresik yang dinilai memperumit proses pencairan konsinyasi di banyak objek tanah. Terutama yang terdampak pembebasan Jalan Tol di Gresik.
Mereka menilai birokrasi yang lambat dan perbedaan tafsir hukum di antara kedua lembaga tersebut menghambat hak warga.
“Perkara ini bukan sekadar soal uang. Melainkan menyangkut kepastian hukum dan hak rakyat. Terlalu lama hak-hak masyarakat terhalang oleh birokrasi lamban dan perbedaan tafsir hukum yang seharusnya tidak terjadi,” tegas Abdul Wahab, salah satu orator, dalam orasinya di depan Kantor BPN Gresik, Rabu (30/10/2024).
Wahab menambahkan bahwa sesuai dengan putusan hukum yang sudah berkekuatan tetap, dana konsinyasi yang dititipkan di PN Gresik seharusnya bisa segera dicairkan.
Hal itu mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2016 Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian. Serta PP Nomor 39 Tahun 2023 Pasar 99, yang mengatur tata cara pencairan ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
“Namun, instruksi dari pengadilan agar Kepala BPN Gresik mengeluarkan surat pengantar tidak dijalankan. Kepala BPN justru menyatakan surat pengantar tidak diperlukan. Akibatnya, proses pencairan hak rakyat terhambat, tanpa ada kejelasan atau solusi konkret,” kata Wahab lagi.
Menurut Wahab, ketidakjelasan yang terjadi antara BPN dan PN Gresik ini merugikan masyarakat.
Dia menyebut bahwa meskipun warga telah memenuhi semua syarat administrasi, termasuk mengajukan permohonan resmi hingga ke tingkat Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Tata Ruang/BPN Pusat, namun proses pencairan tetap terhambat karena sikap BPN Gresik yang tidak mematuhi putusan pengadilan.
“Warga Gresik berhak atas pelayanan publik yang profesional dan transparan. Kasus ini tidak hanya merugikan satu pihak, tetapi menjadi preseden buruk bagi lembaga negara jika tidak segera diselesaikan,” tutup Wahab.
Sementara itu, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor BPN Kabupaten Gresik, Fanani, saat dikonfirmasi, mengakui adanya perbedaan tafsir antara pihaknya dengan PN Gresik.
“Di dalam PP 39 Tahun 2023 tentang pengadaan tanah, menurut tafsir kami yang menjadi ganjalan adalah untuk objek yang bersengketa bisa dicairkan setelah ada putusan. Di peraturan tersebut, objek yang bersengketa tidak perlu surat pengantar dari BPN,” jelas Fanani di kantornya.
Menurut Fanani, sesuai peraturan tersebut, surat pengantar dari BPN hanya diperlukan untuk objek tanah yang tidak bersengketa.
Pihaknya juga berharap adanya sinkronisasi peraturan dari tingkat pusat untuk mengatasi masalah ini.
“Pihak kami hanya mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan. Sehingga jika ada perbedaan tafsir, maka kami pun berharap adanya peraturan dari tingkat kementerian untuk mengatasi masalah ini,” pungkasnya. (Et )