Doa dr. Tunggul untuk SBY dan Seruan Keadilan: “Jangan Biarkan Nama Besar Bapak Dirusak oleh Anak Buah”

Doa dr. Tunggul untuk SBY dan Seruan Keadilan: “Jangan Biarkan Nama Besar Bapak Dirusak oleh Anak Buah”

Jakarta – Dari balik Lapas, dr. Tunggul P. Sihombing, MHA, menyampaikan doa tulus dan penuh harapan bagi kesembuhan Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Bacaan Lainnya

“Mr. Presiden, segera sembuh, sehat dan kuat,” demikian kutipan dari pernyataan keluarga dr. Tunggul yang diterima redaksi. Mereka juga menyampaikan harapan agar apabila Presiden SBY pulih, beliau dapat mempertimbangkan untuk meninjau kembali berbagai keputusan bawahannya yang dinilai oleh keluarga telah mencoreng nama baik dan visi kemanusiaan SBY.

Pernyataan ini merupakan bentuk refleksi dan aspirasi keluarga terhadap kasus yang menjerat dr. Tunggul terkait proyek vaksin flu nasional, yang saat ini tengah ia jalani dengan vonis pidana selama 26 tahun.

BERITA Terkait:

 Doa dan Melukis di Tengah Pemulihan

Pernyataan tersebut merespons unggahan akun resmi almarhumah Ani Yudhoyono pada 19 Juli 2025 yang memperlihatkan kondisi terkini Presiden SBY.

“Alhamdulillah, kondisi beliau terus menunjukkan progres yang baik dan penanganan medis berjalan lancar,” tulis akun tersebut, disertai foto yang memperlihatkan SBY tengah duduk tenang, tangan kanannya diinfus namun tangan kirinya memegang kuas, melukis di depan kanvas.

Yang menyentuh, meski sedang menjalani perawatan, SBY tetap menyempatkan diri untuk kegiatan yang ia cintai: melukis.

Perspektif dr. Tunggul: Misi Vaksin dan Perjalanan Kasus

Dalam dokumen pernyataan yang dikirimkan kepada redaksi, disebutkan bahwa visi Presiden SBY dalam menghadapi New Emerging Diseases—seperti SARS, MERS, flu burung, hingga potensi pandemi global—telah dijabarkan dalam kebijakan negara berupa proyek vaksin flu nasional.

Menurut keluarga dr. Tunggul, proyek ini dimulai tanpa melalui pengajuan anggaran standar, namun realisasinya mencapai angka Rp 2,2 triliun yang dialokasikan ke Kementerian Kesehatan (saat itu Depkes). Berdasarkan audit BPK dan fakta persidangan, disebutkan bahwa instansi pelaksana proyek dinilai tidak memiliki kemampuan teknis sesuai tupoksi.

Dokumen itu juga menyatakan bahwa dr. Tunggul, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) ke-2 dari 3 PPK, telah menyelesaikan sekitar 80% proyek, termasuk pembangunan laboratorium BSL-3 di Surabaya yang kini telah digunakan.

Namun proyek dihentikan setelah kasus dugaan korupsi yang melibatkan M. Nazaruddin (saat itu Bendahara Umum Partai Demokrat) mencuat. Perusahaan milik Nazaruddin, PT AN, tercatat sebagai penyedia barang dan jasa proyek vaksin tersebut.

BERITA TERKAIT:

Tanggapan atas Penghentian Proyek dan Rekomendasi Negara

Sejumlah lembaga negara seperti BPK, BPKP, dan LKPP, menurut dokumen itu, memberikan rekomendasi agar proyek dilanjutkan dan kegiatan yang telah berjalan dibayarkan. Bahkan surat dari Menkes Endang dan perwakilan WHO dikirim ke Presiden SBY untuk meminta arahan atas nasib proyek ini.

Namun, menurut keluarga dr. Tunggul, tidak ada keputusan politik yang tegas saat itu, sehingga proyek berhenti hingga 2014. Hal ini disebut sebagai salah satu penyebab kerugian negara versi Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Negara (LHPKN), yang kemudian menjadi dasar hukum menjerat dr. Tunggul sebagai satu-satunya terdakwa.

Aspek Prosedural yang Dipersoalkan

Dalam pernyataannya, dr. Tunggul juga menyoroti sejumlah dugaan pelanggaran prosedur hukum:

Error in Procedure:

Putusan pengadilan yang menjadi dasar eksekusi tidak ditandatangani oleh hakim dan panitera.

Putusan yang telah inkrah selama lebih dari 8 tahun belum dieksekusi.

Error in Persona:

Dugaan kesalahan dalam menetapkan pelaku, waktu, dan tempat kejadian.

Penyedia barang dan jasa utama tidak dijadikan tersangka, meski disebut dalam dokumen negara.

Peningkatan hukuman tanpa dasar pengadilan tingkat sebelumnya:

Kasasi menaikkan hukuman dari 11 menjadi 24 tahun, di luar vonis PN dan PT.

BERITA TERKAIT:

Tuntutan Keadilan dan Transparansi

Melalui dokumen ini, keluarga dr. Tunggul meminta agar seluruh pihak yang berwenang dan pernah terlibat dalam proyek tersebut turut dimintai pertanggungjawaban. Mereka menyebut sejumlah proses yang diduga tidak sesuai hukum, termasuk pengadaan, pemindahan pelaksana dari PT Bio Farma ke Setjen Depkes, hingga penunjukan pemenang tender.

Meski demikian, redaksi menekankan bahwa semua pihak yang disebut tetap memiliki hak jawab dan asas praduga tak bersalah sebagaimana dijamin dalam hukum positif Indonesia.

Catatan Redaksi:

Tulisan ini disusun berdasarkan dokumen resmi, pernyataan tertulis dari keluarga dr. Tunggul P. Sihombing, data persidangan, serta hasil audit lembaga negara yang tersedia secara terbuka.

Redaksi berkomitmen menjaga integritas jurnalisme dengan menjunjung tinggi prinsip profesionalisme, keberimbangan, dan akurasi sesuai Kode Etik Jurnalistik.

Kami juga membuka ruang hak jawab dan klarifikasi dari pihak-pihak yang disebut dalam artikel ini, termasuk mantan pejabat Kementerian Kesehatan, instansi pengadaan, dan pihak swasta yang terkait.

Jika terdapat koreksi atau data tambahan yang dapat memperkaya dan memperjelas konteks, redaksi siap menampung dan mempublikasikannya demi kepentingan publik dan keadilan.

Tim Investigasi Redaksi

BERITA TERKAIT:

Pos terkait