SERIAL INVESTIGASI | EPISODE 4A
Jejak Visi SBY Soal Pandemi dan Pertaruhan Nasib dr. Tunggul: Di Balik Proyek Vaksin Nasional yang Terhenti
Jakarta – Visi strategis Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menghadapi ancaman pandemi global, sejak awal 2000-an, telah melahirkan sebuah kebijakan penting: Proyek Vaksin Flu Nasional. Kebijakan ini merupakan respons negara terhadap munculnya virus menular berbahaya seperti SARS, MERS, hingga Flu Burung (H5N1), serta prediksi potensi pandemi skala besar ( New Emerging Diseases ) , seperti COVID-19.
Di balik visi tersebut, terdapat sejumlah tokoh teknokrat dan tenaga medis yang turut membangun fondasinya. Salah satunya adalah dr. Tunggul P. Sihombing, MHA — seorang birokrat kesehatan yang kala itu berperan dalam menginisiasi pelaksanaan proyek vaksin dalam negeri. Ia pernah mengikuti pelatihan International Health Regulation di Atlanta, AS, dan memiliki rekam jejak dalam penanganan wabah lintas batas, termasuk penguatan titik karantina di Batam dan Bintan saat wabah SARS merebak.
Referensi: https://tunggulsihombing.wordpress.com/tentang-proyek-adalah-penting
BERITA TERKAIT:
Belajar dari SARS: Awal Jalan Menuju Kemandirian Vaksin
Pengalaman dr. Tunggul sebagai Liason Officer pada masa krisis SARS (2002–2003), ketika ia menjalin kolaborasi dengan otoritas kesehatan Singapura untuk memperkuat sistem karantina dan surveilans, menjadi bagian dari sejarah penting dalam sistem kesiapsiagaan nasional. Dari sanalah ide kemandirian biosekuriti mulai tumbuh — bahwa ketergantungan pada pihak luar dalam hal vaksin dapat menjadi kerentanan dalam sistem kesehatan nasional.
Di level kementerian, Menteri Kesehatan saat itu, dr. Siti Fadilah Supari (SFS), memperkuat arah kebijakan tersebut. Ia secara terbuka menggugat ketimpangan sistem pertukaran virus global melalui buku kontroversialnya, “Saatnya Dunia Berubah: Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung”.
Kritik Terhadap Sistem Global dan Arah Kebijakan Baru
Buku itu menyentil sistem GISN (Global Influenza Surveillance Network) yang dikontrol WHO, di mana virus dari negara berkembang dikumpulkan, namun hasil riset dan vaksin justru dimonopoli industri farmasi negara maju. SFS kemudian mendorong pembentukan Material Transfer Agreement (MTA), agar pemanfaatan spesimen lebih adil dan transparan.
Namun buku ini sempat menghilang dari pasaran setelah tiga bulan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah isi buku tersebut menyentuh sensitivitas geopolitik kesehatan global?
Referensi: https://jurnalpublikasi.com/Saatnya_Dunia_Berubah
Spesimen Lokal, Strategi Lokal: Mengapa Harus Vaksin Sendiri
Indonesia memiliki varian flu burung (H5N1) yang unik secara genetik, sehingga vaksin buatan luar negeri tidak selalu efektif. Ini memperkuat urgensi untuk mengembangkan vaksin nasional. Proyek ini sempat mencapai 80% pelaksanaan antara tahun 2008–2010, dengan dr. Tunggul menjadi koordinator teknis yang mengawal langsung program dari pusat.
Namun setelah SFS tidak lagi menjabat sebagai Menteri, arah kebijakan kesehatan nasional mulai berubah. Proyek vaksin pun terhenti secara tiba-tiba, tanpa keterangan publik yang jelas.
BERITA TERKAIT:
-
Mengurai Kekeliruan Nyata dalam Putusan PK Dr. Tunggul – Wajah Suram Penegakan Hukum
-
Dampak Sosial Kesalahan Yudisial: Tragedi Kemanusiaan di Balik Putusan PK Dr. Tunggul
dr. Tunggul dan Proyek yang Tak Pernah Selesai
Yang mencemaskan, di saat proyek vaksin nasional ini dihentikan, dr. Tunggul justru mulai menghadapi proses hukum. Perkaranya berkaitan langsung dengan proyek yang ia jalankan. Namun sejauh penelusuran, tidak ditemukan laporan audit publik dari Inspektorat Jenderal Kemenkes, BPK, maupun BPKP selama proyek tersebut berlangsung. Tidak ada pula pernyataan resmi yang menjelaskan mengapa proyek dengan capaian 80% itu dihentikan secara mendadak.
Apakah proses hukum ini murni untuk menegakkan keadilan? Atau adakah kemungkinan konflik kepentingan, gesekan internal, atau tekanan dari luar negeri yang menyebabkan program ini digeser dan pelaksananya dipersalahkan?
Memastikan Hukum Berdiri Adil, Bukan Menjadi Alat Politik
Dalam penegakan hukum, asas keadilan, proporsionalitas, dan legalitas harus dijaga. Beberapa hal yang perlu diperhatikan publik dan penegak hukum dalam perkara ini antara lain:
- Apakah seluruh pihak yang terlibat dalam perencanaan, persetujuan, dan pelaksanaan anggaran telah dimintai pertanggungjawaban?
- Apakah proses hukum mengikuti tata cara menurut KUHAP, UU Tipikor, dan asas due process?
- Apakah penahanan atau vonis terhadap dr. Tunggul dapat dipertanggungjawabkan secara logika hukum dan bukan hanya sebagai bentuk pengalihan tanggung jawab?
Jika proses hukum menyasar individu teknokrat tanpa menyentuh struktur pengambil keputusan, maka sistem keadilan itu sendiri patut dipertanyakan.
BERITA TERKAIT:
Tiga Pertanyaan Besar untuk Negara
- Mengapa proyek vaksin nasional dihentikan, padahal telah mencapai 80% dan sedang membangun fondasi kemandirian biosekuriti Indonesia?
- Siapa pihak yang memutuskan penghentian proyek, dan apakah ada motif politik atau ekonomi di balik keputusan itu?
- Apakah proses hukum terhadap dr. Tunggul benar-benar mencerminkan keadilan, atau justru mengorbankan individu demi menutupi kegagalan sistemik?
BERITA TERKAIT:
Penutup: Negara Harus Berpihak pada Kepentingan Publik
Kasus ini mengandung pelajaran besar. Ketika seorang birokrat teknis yang bekerja atas dasar visi nasional justru diproses hukum tanpa transparansi, publik berhak curiga. Negara tidak boleh tunduk pada tekanan global atau konflik elit dalam negeri, apalagi jika itu mengorbankan kepentingan kesehatan rakyat.
Proyek vaksin nasional bukan sekadar proyek. Ia adalah simbol kedaulatan dan tanggung jawab negara terhadap keselamatan bangsanya sendiri.
Catatan Redaksi
Laporan ini disusun berdasarkan semangat Kode Etik Jurnalistik, dengan prinsip:
• Akurasi, verifikasi, dan keberimbangan
• Tidak mencampuradukkan fakta dengan opini yang menghakimi
• Memberikan ruang hak jawab kepada semua pihak
Jika ada klarifikasi dari pihak yang disebut, redaksi terbuka untuk menerbitkan tanggapan dalam bagian berikutnya. Jurnalisme ini ditujukan untuk membangun transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada kepentingan publik.
Bersambung ke Episode 4B Menelusuri Jejak Hukum dan Keadilan dalam Kasus dr. Tunggul: Saat Proyek Nasional Dikorbankan?
BERITA SEBELUMYA EPISODE 3: UU Dilangkahi, Penegakan Korupsi Dipertaruhkan